Jumat, November 13, 2009

Greedy Dad Modest Dad

Mungkin (mungkin lhoo...) pada dasarnya sifat orang bisa dibagi dua: yang tamak dan yang sederhana. Agama sepertinya mengajak kita pada yang kedua. Tapi seberapa sederhanakah? Dan benarkah manusia harus puas dengan apa yang dipunya tanpa ada keinginan untuk menambah lagi?

Tinggal di kota besar seperti Jakarta mau gak mau kebanyakan dari kita terseret ke kubu tamak. Menjadi konglomerat, punya 5 mobil, apartemen mewah, dan kapal pesiar agaknya jadi aspirasi setiap orang. Nggak, gue nggak punya itu semua dan terus terang mungkin gue blom siap berjibaku untuk meraih semuanya. Tapi impian itu tetap ada.

Sabtu, Oktober 31, 2009

Ziarah, Menggambar, Takhyul dan Mbah Yul

Waktu Jumatan kemaren, sang khotib bicara soal ziarah makam. Katanya dulu, ziarah makam itu nggak diperbolehkan karena takut mengundang syirik. Kemudian pada perkembangannya, di saat syiar Islam udah makin luas dan pemahaman masyarakat sana udah lebih rasional, ziarah itu malah dianjurkan. Gunanya untuk mendoakan arwah dan juga sebagai peringatan kalo suatu saat kita pun akan terbaring di liang lahat.

Selasa, Oktober 27, 2009

Liga Primer Inggris: Kesenjangan Sosial Yang Menggelikan

Gue masih dalam suasana berduka waktu menulis ini usai melihat tim kesayangan gue, Blackburn Rovers digulung Chelsea, 5 gol tanpa balas. Gue setengah setuju dengan para komentator yang bilang malam itu Rovers nggak bermain dengan determinasi alias patah semangat, beda dengan jaman kepelatihan Mark Hughes, apalagi era kejayaan Alan Shearer.

Minggu, Agustus 30, 2009

What Is It With English-Speaking Radio DJs?

Hey, it’s fine if you’re working in UK or USA. But this is Indonesia. Maybe the songs are in English, but your audience is Indonesian. So speak bloody Indonesian, you fools! It’s not so irritating if you can speak English fluently, but you speak it like a drunken fuck.

You’re not impressing anyone. Any “bule” will laugh at your attempt to sound like them. Be honest. Talk like you’d normally talk with your friends. Your “normal” friends.

Selasa, Juli 21, 2009

Orang Iklan = Konsumtif?

Orang iklan yang dimaksud di sini adalah mereka yang bekerja di advertising agency dan semacamnya. Entah sebagai Tim Kreatif atau Account, orang2 ini mengetahui hal2 seputar kampanye, promosi, branding, marketing, positioning, dan segala tetek bengeknya.

Gue mengamati banyak orang iklan yang konsumtif, artinya mengkonsumsi produk secara berlebihan, mengikuti mode secara membabi-buta, tanpa memperhitungkan kemampuan finansialnya. Orang iklan yang konsumtif bisa disamakan dengan pengedar narkoba yang jadi junkie. Pengedar semacam ini ga akan bisa jadi mafia kelas kakap, wong barang dagangannya dihabisin sendiri.

It’s a bird…it’s a plane…no! It’s another bloody bomb!

Ya, bangsa Indonesia baru ketimpa musibah bom (lagi). Seakan-akan para teroris itu masih melihat bom sebagai solusi paling jitu bagi permasalahannya. Islam, ya, lagi2 Islam yang akan dituding sebagai biang keladi. Melihat perkembangan kasus ini, sepertinya sih emang didalangi Jamaah Islamiyah. Apa lagi yang memotivasi seseorang melakukan bom bunuh diri, selain iming-iming surga dari kiai yang berpikiran sempit?

Selasa, Juli 14, 2009

Pemilihan Presiden, Iklan, Branding, dan Semacamnya

Pertama-tama kita mari kita syukuri karena pemilihan presiden kemarin berjalan damai. Walau beberapa pihak menyuarakan protes atas kekurangan dan kecurangan di sana-sini, mayoritas masyarakat sepertinya adem-ayem aja. Semoga ini bukan tanda apatisme, melainkan cerminan dari stabilnya suhu politik negara kita. Huru-hara protes hasil pemilu sepeti di Iran pun nggak kejadian. Amit-amit.

Selasa, April 14, 2009

Bule Juga Manusia

Masih nyambung ama tulisan Bahasa Indonesia vs Bahasa English, ini ada blognya orang bule Australi yang faseh bgt berbuahahasa: http://bulejugamanusia.blogspot.com Btw thanks buat majalah Provoke! atas infonya.

Minggu, April 05, 2009

Bahasa Indonesia vs Bahasa English

Seorang teman gue pernah menyatakan ketidaksukaannya pada bahasa Indonesia. Katanya boros, ribet, nggak asik. dia merasa kesulitan mengekspresikan diri dalam bahasa Indonesia dan merasa jauh lebih bebas pake bahasa Inggris. Lucunya, dia menyampaikan keluhan ini dalam bahasa Indonesia dan gue menangkap dengan jelas apa yang ia maksud.

Seorang musisi indie menyatakan bahwa ia selalu lebih nyaman berkarya dengan bahasa Inggris. Sangat sulit menggabungkan melodi dan kata-kata dalam bahasa Indonesia, katanya. Padahal kalo gue perhatiin, lirik lagu Inggrisnya ngaco. Gue gak yakin kalo pesannya nyampe ke orang-orang. Hmm…


Kamis, Maret 26, 2009

Musik Underground Indonesia, Bukan Musik Underground di Indonesia

Essay ini dibuat karena saya (pribadi) merasakan kejenuhan dalam musik underground dan kenyataan bahwa bangsa kita selalu menjadi pengekor Barat, bahkan dalam hal "kebudayaan underground" yang seharusnya terbebas dari unsur2 budaya kapitalis (baca:barat).


Pertama-tama kita luruskan dulu. Apakah itu musik underground? Well, saya yakin banyak beda pendapat, tapi kalau menurut saya, musik underground adalah bentuk musik alternatif (apapun itu) dari apa yang sedang "in" alias nge-trend dalam dunia musik mainstream. Musik mainstream erat kaitannya dengan trend dan pangsa pasar yang luas sehingga melibatkan banyak kepentingan. Dalam musik mainstream, apabila suatu aliran musik pada hari ini sedang nge-trend, besokannya bisa jadi basi (spt. ska). Begitu juga, musik underground pun berubah-ubah, seperti ska, yang pada suatu saat masih underground (penggemarnya sedikit, dianggap aneh) sempat menjadi aliran musik mainstream (diterima oleh khalayak luas). Hal yang sama sempat terjadi sama punk(rock), metal, dan sekarang hip metal. Hubungan antara underground dan mainstream dapat diibaratkan seperti laboratorium dan supermarket.

Sabtu, Maret 21, 2009

Positioning Dalam Industri Musik Indonesia - Perlunya Menghapus Mental Bangsa Yang Terjajah Sebelum Bisa Menerapkannya

Tulisan ini sangat diilhami oleh buku ‘Positioning’ karya Al Ries dan Jack Trout. Buku ini sudah lama beredar sejak tahun 1981, namun saya baru berkesempatan membacanya beberapa waktu yang lalu setelah direkomendasikan oleh dosen saya. Saya menggunakannya untuk landasan teori Tugas Akhir saya, yaitu ‘Promosi Album Baru Netral’. Walaupun tidak ditujukan secara khusus untuk kepentingan industri musik dan lebih kepada industri consumer goods, tetapi di dalamnya banyak poin yang saya rasa sesuai untuk dapat diterapkan dalam industri musik Indonesia. Saya juga sempat mengirim e-mail kepada Al Ries, menayakan apakah teori-teorinya bisa dipakai dalam industri musik, ia menjawab bahwa teorinya cukup fleksibel untuk dapat diterapkan di berbagai bidang, termasuk industri musik.

Selling Out…..Why Not?? Matinya Musik Underground dan Bagaimana untuk Menghidupkannya Kembali

Matinya Musik Underground
"Sell out" atau kalo terjemahan kasarnya adalah jual diri/ melacurkan diri, adalah istilah yang biasa dipakai dalam dunia musik underground yang ditujukan kepada band-band yang tidak mempunyai idealisme, atau orientasinya hanya uang, popularitas, cewe, dsb. Sehingga mereka tidak memperdulikan musik mereka sendiri. Mereka ini biasanya band-band yang tergabung dalam perusahaan rekaman major label. What a bunch of losers, right?

Tapi apa lantas semua band-band underground tidak ada yg selling out alias menjual diri? Well, jangan terlalu yakin!!! Jangan lihat pada diri Offspring, Rancid atau band-band lain yg sudah dicurigai sell out, liat aja ama band2 yg keliatannya “sangat underground”. Apa lo semua yakin motif mereka main musik semata-mata ingin berkarya? Apa lo ngga berpikir mereka mungkin juga selling out dengan cara memainkan musik yang “sangat underground”? Ya, memang mereka tidak selling out kepada selera mainstream, tapi mereka selling out kepada selera masyarakat underground!!

Punk Itu Apa Seeeh…? (Sebuah Upaya Sia-sia untuk Mendefinisikan PUNK!)

Punk. Apa yang pertama kali terlintas di kepala kamu ketika mendengar kata ini? Musik Punk? Atau sebuah acara di MTV yang dipandu Ashton Kutcher? Ehm, kalo kamu milih yang kedua, segera tutup layar monitor anda karena apa yang akan bicarakan sekarang tidak ada sangkut pautnya dengan hal tersebut. Pleease dong akh!

Kata punk sendiri pada awalnya adalah julukan yang diberikan kepada narapidana yang menghisap (maaf) penis narapidana lain demi uang. Namun pada akhir tahun 70-an kata itu berubah arti, merujuk pada gerakan yang radikal, mendobrak apa-apa yang lazim di tahun itu. Pertamanya cuma di musik doang, tapi kemudian masuk ke kesenian, politik, gaya hidup, semuanya deh! Dan disinilah ramai-ramai orang mencoba merumuskan punk itu apa. Ada yang bilang punk itu attitude, gaya bermain musik yang urakan, berdandan ekstrem seperti rambut mohawk, dsb. Elo tanya 1000 orang, dan lo akan dapat 1000 definisi tentang punk. Coba aja kalo emang nggak ada kerjaan!


Artikel Lama, Semangat Baru

Lagi ngoprek file-file lama di komputer, trus nemu artikel-artikel yg iseng-iseng gue tulis jaman kuliah dulu (1997 dan sekitarnya) tapi belom sempet dipublikasikan. Ada satu biji sih, yang masuk ke website Punk, tapi gue lupa namanya. Kebanyakan emang berkutat di areal Punk dan musik underground. Karena dibanding Reformasi, topik tersebutlah yang lebih menarik buat gue. Apalagi tinggal di Bandung yang emang markasnya hal beginian. Gue nulis karena merasakan adanya kesalahkaprahan dalam dunia underground. Dunia yang seharusnya idealis dan ga memperdulikan trend, malah menjadi trend sendiri yang orang-orangnya memiliki fanatisme sempit. Jadi apa bedanya dengan dunia mainstream yang mereka benci? Gue mencoba mengingatkan lewat tulisan-tulisan gue, supaya mengambil semangat underground untuk menciptakan dunia yang lebih toleran. No underground, no mainstream, semua dapat tempat dan porsi yang sama. Aaaammmiiiiieeen........ Akhirnya, atas nama kebebasan demokrasi negara Bloggernesia, gue publikasikan tulisan-tulisan gue ini. Selamat menikmati!