Minggu, April 05, 2009

Bahasa Indonesia vs Bahasa English

Seorang teman gue pernah menyatakan ketidaksukaannya pada bahasa Indonesia. Katanya boros, ribet, nggak asik. dia merasa kesulitan mengekspresikan diri dalam bahasa Indonesia dan merasa jauh lebih bebas pake bahasa Inggris. Lucunya, dia menyampaikan keluhan ini dalam bahasa Indonesia dan gue menangkap dengan jelas apa yang ia maksud.

Seorang musisi indie menyatakan bahwa ia selalu lebih nyaman berkarya dengan bahasa Inggris. Sangat sulit menggabungkan melodi dan kata-kata dalam bahasa Indonesia, katanya. Padahal kalo gue perhatiin, lirik lagu Inggrisnya ngaco. Gue gak yakin kalo pesannya nyampe ke orang-orang. Hmm…



Memang bahasa Indonesia gak luput dari kekurangan. Benar bahwa bahasa Indonesia lebih boros dari bahasa Inggris. “Aku cinta padamu” lebih panjang daripada “I Love You”. Dan kayaknya emang lebih asyikan/kerenan ngomong “I lop u, beibeh…”. Bahkan, artikel ini pun mungkin akan lebih pendek kalo menggunakan bahasa Inggris. Tapi bukan lantas bahasa Inggris menang segala-galanya. Ada ungkapan tertentu dimana lebih cocok untuk menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Inggris. Contohnya, judul film Warkop DKI yang terkenal, “Maju Kena Mundur Kena”, apa bahasa Inggrisnya? “Masa Forward Got Hit, Backward Got Hit?” Kemudian ada juga kata-kata yang cuma ada dalam bahasa Indonesia. Apa bahasa Inggrisnya Durian? Durian juga toh? Masa thorn fruit?


Agaknya, mereka yang kesulitan berbahasa Indonesia adalah karena terlalu malas untuk mengenalnya lebih jauh dan nggak mau jujur sama diri sendiri. Apakah mereka sehari-hari tidak menggunakan bahasa Indonesia? Dalam hal tulis-menulis, ada prinsip “Write like you talk”, atau tulislah seperti kau berbicara. Nah, kalo udah sehari-hari bicara Indonesia, apa susahnya memindahkan kata-kata tersebut dalam tulisan? Nggak usahlah memakai bahasa Indonesia yang baku, gunakan bahasa sehari-hari, seperti tulisan ini yang tata bahasa dan ejaannya ngaco. Dengan menggunakan bahasa populer dapat menimbulkan kecintaan terhadap Bahasa Indonesia dan lambat laun bisa mengapresiasi tingkatan yang lebih kompleks (karya sastra).


Kemudian soal adu keren dengan bahasa Inggris. Temen gue sempat mempertanyakan di Facebooknya: “Kenapa kita lancar aja ngomong “fuck” daripada (sorriii) “ngentot”? Padahal artinya sama aja”. Banyak tuh yang ngasih jawaban. Ada yang bilang karena lebih keren aja, ada yang bilang kalo “fuck” bunyinya lebih enak. Kalo menurut gue, itu soal kebiasaan aja. Karena kata “fuck” itu udah sering banget digunakan oleh aktor, penyanyi, dll sampai udah membudaya. Kata “fuck” lama-kelamaan kehilangan artinya. Tanpa disadari, fungsinya berubah hanya sebagai “bumbu” dalam berbicara (Ingat Ozzy Osbourne dan keluarganya?). Nah, kalo mau kata “ngentot” sama derajatnya dengan “fuck”, ya harus dibudayakan dulu, tokh? Lama-kelamaan juga biasa. Kalo di Bandung, kata “anjing” yang udah membudaya. Coba aja perhatikan atau ngomong deh ama anak2 Bandung. Tapi liat2 juga, anaknya asik ga? Dan jangan ngomong sama orang tua ya, bisa ditempeleng.


Fenomena Inggris-minded emang sangat wajar. Seperti halnya jaman Belanda dulu banyak yang Belanda-minded. Nggak ada yang salah mengambil pengaruh luar (bahkan harus!) tapi jangan sampai ngelupain apa yang kita punya, donk. Ini bukan masalah nasionalisme sempit tai kucing! Tapi sayang aja gitu lho, kalo bahasa Indonesia yang capek2 dibikin para leluhur kita nggak dilestarikan. Bisa-bisa dicolong orang asing atau alien. Jadi, mulailah mencintai bahasa Indonesia. Gunakanlah dalam berpikir dan berkarya, baik lisan ataupun tulisan. Long live bahasa Indonesia!(???)

1 komentar:

Shintz mengatakan...

100% agree with your thoughts! I love bahasa Indonesia, i always write and talk using it. Like this comment that i wrote, i bet you can see it, you can feel it that i adore bahasa Indonesia so fuckin much!Yes?