Senin, Mei 14, 2018

Rocky Gerung, Pemain Akrobat Kata-kata yang Akhirnya Terpeleset


Manusia yang bernama Rocky Gerung ini udah lama jadi perhatian gue. Bukan semata-mata karena sikap sinisnya pada pemerintah—kalo yang kayak begini ada banyak—tapi lebih kepada posisinya yang unik: ia mendalami filsafat, berpikiran liberal (walau bukan JIL), mungkin atheis atau agnostik—yang jelas tidak religius, TETAPI menjadi pujaan mereka yang lebih konservatif seperti kelompok 212, simpatisan PKS, FPI, dan semacamnya. Di twitter—sebagai habitat, atau tepatnya “kolamnya” Rocky—cukup banyak yang tau betapa absurdnya posisi Rocky, tapi sepertinya belum juga membuat para pemujanya sadar. Sampai akhirnya di ILC tanggal 7 April 2018 kemarin, "Pemain akrobat kata-kata" ini bisa dibilang terpeleset dan menimbulkan kontroversi.


Berikut tayangan ILC yang menghebohkan itu:


Sejujurnya, kontroversi ini bukan sepenuhnya kesalahan Rocky. Pihak yang paling bersalah adalah tim ILC yang malam itu menjadikan Rocky Gerung sebagai penutup. Pasti akan beda kalo misalnya Mahfud MD yang berbicara. Tensi yang tadinya tegang saat silang pendapat antar peserta bisa disejukkan. (Walau sering kali setelah acara, para pendukung dari kedua belah pihak memotong-motong bagian-bagian yang mereka sukai untuk bahan berantem di social media dan akhirnya suasana politik jadi panas lagi.)

Pihak lain yang patut dipersalahkan adalah netizen. (Netizen oh, netizen…kayaknya hampir semua huru-hara di negeri ini melibatkan kalian.) Sebelum memulai pidato tersebut, Rocky menyinggung bahwa melaui Twitter, banyak orang-orang yang complain kepadanya bahwa acara ILC malam itu berlangsung membosankan. Bahkan Rocky berujar, bukan Indonesia yang bubar pada 2030, tapi bisa jadi acara ILC. Maka demi membuat suasana menjadi lebih “hidup” bagi netizen, maka Rocky pun memutuskan untuk mengangkat topik yang kontroversial. Jadi berbeda dengan pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang spontan, ocehan Rocky ini sudah cukup direncanakan. 

Ahok vs Rocky
Karena udah menyinggung Ahok, ada baiknya kalo kita bandingkan kasusnya dengan Rocky. Ahok bukanlah seorang yang piawai berkata-kata. Sama seperti Jokowi, ia lebih suka bicara dengan hasil kerjanya. Walaupun, saat bekerja, kata-kata umpatan sering kali keluar dari mulut Ahok :D.  

Seperti dalam klarifikasinya, Ahok mengatakan kalimat “Jangan mau dibodohi pakai surat Al Maidah” dimaksudkan kepada mereka yang menyalahgunakan surat Al Maidah untuk kepentingan politiknya. Namun berhubung Koh Ahok sepertinya punya pemikiran yang cukup random dan nggak punya kesabaran untuk mengeluarkan kata-kata yang lebih aman, maka terucapkan kalimat tersebut, yang sangat sedap untuk digoreng mereka yang nggak suka dengan sepak terjangnya. Ahok pun berani berkata keras begitu karena Gus Dur yang pernah mendukungnya saat kampanye Bupati Bangka Belitung menganggap orang yang memolitisasi Al Maidah sebagai orang yang ngawur dan nggak paham Al Qur’an.

Ahok dan Rocky, dua public figure yang mengeluarkan pernyataan yang kurang lebih sama kontroversialnya, tapi bernasib beda. Setelah pidato Ahok di Kepulauan Seribu viral, demo berjilid-jilid langsung menghadang. Beda ama kasus Rocky, sunyi senyap.

Menurut catatan gue, cuma satu tokoh dari “kubu sana” yang konsisten melawan mereka yang dianggap menghina agama: Felix Siaw. Dalam twitnya, ia mempertanyakan sikap umat Islam yang biasanya galak terhadap isu agama, tapi begitu Rocky yang ngomong, pada mingkem. Sehingga ia bingung, sebenarnya yang dilawan ini isunya, atau orangnya?



Front Pembela Rocky
Melalui pengamatan gue di media mainstream dan social media, berikut ini rangkuman dari alasan-alasan yang digunakan mereka dalam membela Rocky Gerung:
  • Seperti Rocky, mereka menganggap itu pernyataan kondisional, karena kalimat lengkap/premisnya: “Kalau saya pake difinisi fiksi itu mengaktifkan imajinasi, kitab suci itu adalah fiksi”. Jumlah yang mengerti ini cuma sedikit dan kayaknya sih nggak benar-benar paham, karena perlu pengetahuan tentang Logika dan Filsafat, yang lebih kepada domainnya orang-orang liberal. Seperti kata Assyaukanie:


  • “Mengaktifkan imajinasi” ada dalam ajaran Islam mengenai percaya percaya hari akhir dan juga hal-hal gaib. Emangnya kitab suci mengaktifkan imajinasi, bukannya keyakinan seperti kata Richard Oh? Itu sebabnya percaya kepada hari akhir dimasukkan ke dalam Rukun Iman, bukannya Rukun Imajinasi. Keimanan ini terlalu suci untuk disamakan dengan sifat-sifat fiksi. Entah bagi para atheis dan agnostik.
  • Indonesia Lawyers Club adalah forum akademis, jadi bebas orang mau berkata apa saja. Masalahnya acara tersebut tayang di TV nasional dimana orang-orang dari berbagai level pendidikan bisa melihat. Mereka yang nggak terbiasa dengan pemikiran progresif bisa tersinggung.
  • Rocky nggak nyebut merek. Iya betul siy, ia nggak secara eksplisit bilang kitab sucinya apa. Tapi Al Quran, Injil, Tripitaka, Weda itu apa namanya kalau bukan kitab suci? Maka seharusnya SELURUH umat beragama yang mempunyai kitab suci mengejar Rocky. Ia berkelit saat Akbar Faisal mencecarnya, mengatakan kalo itu pertanyaan privat. Ini diulanginya lagi di Q&A Metrotv. Sebagian umat Islam pun dengan pedenya menganggap nggak mungkin Rocky sedang membicarakan Al Quran, karena mereka yakin itu bukan fiksi (artinya mereka nggak setuju dengan definisi fiksinya Rocky).Yakin ente Al Quran gak termasuk dalam kitab suci yang dimaksud Rocky?

Alasan-alasan tersebut sesungguhnya cuma di permukaan saja. Hidden truth-nya adalah: mereka membela Rocky karena ia berada dalam satu barisan penentang pemerintah. Titik. Jadi kalo biasanya Rocky yang berakrobat kata-kata, kali ini para pengikutnya yang akrobat membela Rocky dengan berbagai cara.

Kesimpulan
Kita memang udah terbiasa melihat gerombolan oposisi pemerintah melakukan cara-cara norak dalam mencapai tujuannya, tapi kali ini kita bisa lihat secara terang benderang bagaimana mereka menerapkan standar ganda: suudzon terhadap Ahok, husnudzon dan tabayyun terhadap Rocky. Bahasa agamisnya: munafik.

Namun nggak semuanya kelam sih. Buat mereka yang selama ini dijuluki sumbu pendek, intoleran, anti-liberal, dlsb., kalo mereka benar-benar bisa mencerna apa yang dikatakan Rocky, maka kita semua harus gembira. Artinya, seharusnya ke depan, mereka nggak akan mudah tersinggung lagi karena wawasannya sudah terbuka terhadap pemikiran progresif yang diperkenalkan Rocky sehingga akan bertindak rasional, toleran, humanis, seperti liberalis sejati. Kita harus berterima kasih kepada Rocky karena telah memberi sedikit dosis liberalisme kepada gerakan konservatif yang cenderung keras ini. Semoga, amiiien.

Tidak ada komentar: