Rabu, Oktober 28, 2015

Twitter, apakah kau masih hidup?

Gue perhatikan emang eksistensi Twitter di dunia media sosial semakin berkurang. Setiap buka Twitter, cuma sedikit teman-teman gue yang update, agaknya mereka lebih sibuk nge-Path atau nge-Facebook. Dan saat gue meeting di kantor untuk menentukan media apa yang dipakai sebagai sebuah kampanye iklan digital, Twitter dipandang sebelah mata. Instagram dan Facebook lebih menjadi preferensi rekan-rekan sejawat gue. Gue jadi berasa tua sendiri karena masih menganggap Twitter sebagai media sosial yang masih hip.


Dan kemudian gue menemukan artikel ini. Basically dia bilang kalo Twitter mulai ditinggalkan orang karena terlalu banyak yang meng-“abuse” media ini. Bukan sekedar menyuarakan pendapat tentang suatu isu, para pengguna Twitter membentuk kubu dengan keyakinannya masing-masing, kemudian menyerang orang-orang/ kubu yang berbeda pendapat. Yak, itulah yang kita kenal dengan nama “twitwar”, atau cyberbullying. Twitter yang sempat dipuji perannya dalam “Arab uprising” itu pun lama-kelamaan jadi kayak tempat sampah sumpah serapah orang-orang yang kurang kerjaan.

Gue gak sepenuhnya setuju dengan artikel itu, karena perilaku abusif itu gak monopoli milik Twitter. Facebook dan YouTube juga menjadi media untuk “nyampah”. Instagram juga menjadi ajang jualan seperti halnya MySpace dulu. Hanya Path mungkin yang keliatannya masih sesuai dengan "kodratnya", walau beberapa orang pun suka nyampah. Jadi bagaimana?

Faktanya emang penggunaan Twitter gak serame dulu. Orang-orang yang ingin berbagi hal personal lebih suka menggunakan Path atau Facebook. Twitter gue perhatikan lebih digunakan untuk mencari info atau berita terkini. (Reddit sebenernya lebih tepat untuk ini, tapi Twitter kayaknya lebih praktis). Jadi gak heran kalo Twitter kebanyakan berisi komentar atas sebuah berita yang muncul di timeline.

Dan entah kenapa, Twitter juga menjadi ajang beberapa orang untuk memberi info yang lumayan panjang, yang dikenal dengan sebutan “kultwit”. Padahal ini bisa lebih efektif kalo dilakukan melalui Blog. Nah, mumpung Blog kesebut, mari kita bahas juga. Twitter agaknya punya nasib seperti Blog. Dulu orang punya banyak waktu untuk update Blog, tapi karena disibukkan dengan media sosial yang lain, mereka merasa lebih praktis menggunakan Twitter untuk mengutarakan pendapatnya (makanya Twitter disebut juga sebagai “micro-blogging”). Jadi Twitter yang dulu menjadi “the Blog-killer”, kini pun terbunuh oleh Path, Facebook, Instagram, dll. Agaknya Twitter kena karma :P

Jadi apakah Twitter layak dikubur? Gue sendiri masih enjoy pake media ini. Selain untuk mencari info, gue rasa Twitter gak segaduh Facebook atau Path yang bisa berbalas komentar sampai ratusan. Batas 144 karakter memaksa pengguna Twitter menjadi lebih to the point, ringkas. Selain itu, ketika seseorang berkomentar di Twitter, itu lebih seperti sebuah statement, yang (sebenarnya) nggak memerlukan respon yang panjang. Soal hip atau nggak, ya agaknya Twitter mulai ditinggalkan anak-anak muda. Snapchat, yang sampe sekarang gue belum pernah coba, agaknya menjadi alternatif yang hip banjeuts. Selain tentu Path yang konon lebih private, dan Instagram untuk mencari gambar-gambar lutcu sambil iseng belanja.

Twitter menurut gue, menjadi tempat orang-orang sedikit lebih serius, kontemplatif, mencari info terkini, nggak ngegosip, nggak gaduh, well kecuali ketika ada twitwar atau perang hestek.

Tidak ada komentar: