Senin, Juli 01, 2013

Mewujudkan Indonesia yang Anarkis


Kalo mendengar kata “anarkis” dan yang pertama kali muncul di kepala lo adalah kekerasan, demonstrasi rusuh, kekacauan, maka kita perlu angkat jempol kepada media massa karena telah berhasil memaksakan pemahamannya yang salah kaprah ke masyarakat luas.


Mari coba kita singkirkan sejenak celotehan media massa, polisi, pemerintah dan mencari tau apa sih sebenarnya arti anarki, anarkisme atau anarkis? Anarki berasal dari bahasa Yunani kuno, anarchia, yang berarti “tiadanya pemimpin” atau “tanpa penguasa”. Anarkisme adalah paham politik yang menganggap penguasa/pemerintah sebagai golongan yang menindas warga negaranya. Sedangkan anarkis adalah para penyokong paham anarkisme tersebut.

Sampai di sini mungkin lo akan berteriak:”Nah, berarti anarkisme adalah paham anti pemerintah dong? berarti para anarkis itu mau melakukan makar dong! Berarti benar kalo anarki atau anarkis itu identik dengan kekerasan?”

Ya dan tidak. Yang jelas, kekerasan bukanlah tujuan dari anarkisme. Tapi untuk mewujudkan masyarakat yang bebas dari pemerintah yang cenderung menyalahgunakan kekuasaannya, beberapa cabang dari anarkisme merestui tindak kekerasan. Sama halnya dengan revolusi Perancis, sama seperti perjuangan bangsa Indonesia dari penjajah Belanda dan Jepang yang pada prinsipnya menindas para penindas. 

Kiprah para anarkis garis keras ini sering dibesar-besarkan oleh media massa karena mungkin violence do sells. Dalam budaya pop, sisi keras anarki juga kerap ditonjolkan. Ada produk Axe Anarchy, yang mengidentifikasikan dirinya dengan kekacauan. Yang paling terkenal mungkin Sex Pistols, band punk rock yang meluncurkan hits “Anarchy in UK”. Liriknya,”I am an anarchist...I wanna destroy the passerby...”, jelas-jelas bukan lagu yang damai. Kemudian di tahun 1971, ada buku “The Anarchist Cookbook” yang mengajarkan cara membuat bom, sabotase telekomunikasi, dan sebagainya. Maka citra yang berkembang di dunia (bukan di Indonesia saja), para anarkis adalah teroris yang kerap melakukan tindak kekerasan.

Tapi tau gak elo, kalo Mahatma Gandhi adalah seorang anarkis? Ha, mungkin lo akan ketawa kalo membandingkan citra Mahatma Gandhi yang begitu damai dengan para anarkis yang brutal. Mahatma Gandhi amat menentang penindasan oleh penjajah Inggris dan pemerintah India. Ia mendudukung gagasan tiap individu yang memerintah sendiri, tanpa campur tangan pemerintah. Nah, bukankah itu sejalan dengan gagasan anarkisme? Gandhi memang bisa dimasukkan ke dalam kelompok "anarcho-pacifism", alias anarkis penganut pasifisme, paham cinta damai. 

Leo Tolstoy --yang juga mempengaruhi pikiran Mahatma Gandi-- adalah salah satu penulis/pemikir anarkis yang cinta damai. Katanya, anarkisme yang menempuh jalan kekerasan bertentangan dengan sifat dasar anarkisme yang pada dasarnya adalah anti penindasan. Jadi anarkisme mempunyai banyak cabang, namun yang muncul ke permukaan adalah mereka yang ektrim.

Anarkisme punya cita-cita luhur untuk mewujudkan masyarakat tanpa pemerintah, masyarakat yang bebas mengatur dirinya sendiri. Tapi apakah itu mungkin diwujudkan, tanpa muncul kekacauan? Banyak konsep yang telah dipikirkan oleh para anarkis, silakan google sendiri. Di Indonesia juga telah diterapkan semacam konsep anarkisme (entah disengaja atau tidak), yaitu konsep “kantin jujur” yang dipraktekkan di beberapa sekolah. Pengelola kantin  berasumsi bahwa para pembeli adalah orang-orang intelek dan jujur yang akan membayar sesuai apa yang mereka ambil dan nggak akan nyolong, tanpa ada yang mengawasi. 

Internet--kecuali kalo diawasi CIA/NSA--adalah sebuah dunia bebas tak berbatas yang berdekatan dengan nilai-nilai anarkisme. Jadi sebetulnya anarkisme bukan sesuatu yang benar-benar asing.

Memang anarkisme sering disebut sebagai gagasan utopis, atau gagasan yang sulit sekali--bahkan mustahil--untuk diwujudkan. Pendapat yang wajar, mengingat sifat manusia yang nggak semuanya berbudi luhur dan belum lagi tingkat pendidikan yang masih rendah. Kadang kita merasa perlu ada pendisiplinan untuk menciptakan ketertiban di masyarakat. 

Maka dari itu, gue melihat anarkisme sebagai kondisi ideal yang letaknya amat jauh di masa depan. Tingkat pendidikan harus sama tinggi dan sistem harus diciptakan sehebat mungkin sehingga tiap individu bisa mengatur dirinya sendiri tanpa ada kekacauan. Untuk sementara ini gue lebih condong kepada gagasan libertarianisme. Bisa dibilang, ini adalah anarkisme dalam dosis yang lebih rendah. Libertarianisme masih memerlukan campur tangan pemerintah, tapi dalam porsi yang seminimal mungkin. Dalam ekonomi, libertarian nggak menganggap jelek kapitalisme seperti halnya beberapa cabang anarkisme, tapi menentang korporatisme (kolusi antara pemerintah dan perusahaan besar, seperti yang lazim terjadi di negara “demokrasi”). 

Begitulah, semoga anarki, anarkisme, dan anarkis bisa diletakkan dalam porsi yang sebenarnya. Jangan termakan oleh media massa atau pemerintah yang memang berpengetahuan cetek atau punya agenda tersembunyi untuk menjelekkan arti anarkis.

Jadi, maukah kita berjuang mewujudkan Indonesia yang anarkis? Why the hell not.



Sumber:

Tidak ada komentar: