Rabu, Juli 03, 2013

Kaitan Dandanan Seseorang dan Tingkat Kreativitasnya

Apakah orang yang bertato lebih kreatif dari yang badannya polos? Apakah orang yang rambutnya mohawk lebih kreatif dari yang rambutnya lempeng-lempeng aja? 
Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dari pengalaman gue saat bekerja di kantor lama, di sebuah advertising agency multinational. Suatu ketika sang creative director memberi ceramah dalam rangka meningkatkan atau membangkitkan gairah kreatif di kantor. Nggak ada yang ganjil dari ceramahnya, sampai ketika ia menyampaikan bahwa setiap orang di kantor, tanpa kecuali--dari OB sampai direktur utama--harus kreatif. Nah, ia menganjurkan kepada semua karyawan untuk mencontoh seorang OB yang rambutnya trendy--berjambul seperti Tintin. Menurutnya OB itu sudah kreatif.

Pernyataan sang creative director ini benar-benar mengusik pikiran gue. Apakah ada korelasi antara dandanan seseorang dan tingkat kreativitasnya? Karena selama ini gue berpedoman pada petuah senior gue di kampus dulu, katanya nggak apa-apa penampilan lusuh, yang penting kerjaan harus rapih. Ini kan artinya kalo dandanan lu itu nggak berhubungan dengan output/karya yang lo buat. Jadi gue nggak pernah peduli dengan penampilan gue, standar-standar aja.

Gue bisa memahami cara berpikir sang creative director, mungkin dia berasumsi kalo dandanan keren itu berbanding lurus dengan karya yang juga keren. Orang yang bertato, mungkin kepribadiannya pemberani, berpikiran terbuka, yang merupakan ciri-ciri orang kreatif. Atau sang OB tadi, dengan rambut ala Tintin berarti selalu update, mengikuti mode. Tapi sepengetahuan gue, tokoh-tokoh kreatif dunia yang gue kagumi kayak George Lois, Luve Sullivan, David Ogilvy, atau Alex Bogusky nggak punya tato atau berambut seperti Tintin.  Dan gue kenal beberapa orang di industri kreatif yang bertato dan berambut trendi tapi karya-karyanya nggak lebih keren dari yang penampilannya biasa aja.

Tapi bertahun-tahun setelah ceramah sang creative director itu, keresahan gue masih tetap ada, bahkan sempat berpikiran untuk ganti model rambut jadi mohawk warna pink, seperti di avatar gue. Untungnya, baru-baru ini gue membaca buku “Creativity: Flow and the Psychology of Discovery and Invention” karangan Mihaly Csikszentmihalyi, seorang psikolog yang memang sering melakukan studi tentang kreatifitas. Di dalam salah satu babnya, tentang kebiasaan orang-orang kreatif, ia memberi contoh tentang Albert Einstein yang nggak pernah mengatur rambutnya dan selalu memakai sweater dan celana baggy lusuh. Alasan Einstein berpakaian seperti itu adalah karena ia nggak mau tiap hari menghabiskan waktu memikirkan mau pake baju apa. Ia memilih menghabiskan energinya untuk memikirkan hal-hal yang lebih penting. Kalaupun menyiapkan baju cuma menghabiskan 2 menit setiap harinya, itu berarti 730 menit dalam setahun, atau 12 jam dalam setahun. Lumayan juga, kan?

Pendapat Einstein untuk gak peduli sama penampilan itu bisa dibilang ekstrim. Dan segala hal yang ektrim itu menurut gue patut untuk dicurigai. Jadi bagaimana? Kalo gue sih nggak terlalu musingin penampilan, yang penting nyaman aja. Tapi nggak ada salahnya juga sih kalo sedikit bereksperimen--ganti gaya rambut, numbuhin kumis, panjangin penis (ups!)--biar gak bosen. Tapi kalo mengikuti mode? Sori yah, sebagai insan kreatif gue lebih suka menciptakan mode. 

Tidak ada komentar: