Rabu, Mei 05, 2010

Komedi Itu Bernama Politik Indonesia

Anda lagi hangover dan ingin memuntahkan isi perut? Coba setel aja berita politik di TV, pasti keluar semua tuh isinya. Gue gak habis pikir, kenapa "Empat Mata" bisa mendapat teguran, sedangkan tayangan yang menghina kecerdasan masyarakat ini diperbolehkan.

Lucunya yang rame cuma di media. Di jalanan, rakyat ga peduli. Demontrasi2 yang membawa gambar Sri Mulyani dan Boediono yang dibikin seperti vampir itu semuanya bayaran, gak murni suara rakyat.


Agenda menjatuhkan Sri Mulyani dan Boediono seolah harga yang harus dibayar atas kemenangan Partai Demokrat dan koalisinya. Gue bukan simpatisan Demokrat dan gue ga 100% percaya dengan mereka, tapi gue juga ga percaya partai2 lainnya. Ada sesuatu yang busuk dibalik semua ini, sesuatu yang membuat politisi2 nggak tenteram. Demokrat dianggap terlalu arogan dan males "bagi2 kue". Sesederhana itu. Politisi2 itu bukan pejuang kebenaran/demokrasi, mereka hanya ingin bagian dari kekuasaan.

Tapi karena mentalnya memble, ga berani frontal, bukannya menyerang simbol Partai Demokrat, yaitu SBY, mereka mencoba menjatuhkan orang2 terdekatnya yang dianggap bisa disingkirkan. Image "neo-lib" digembar-gemborkan untuk menghapus kesan "innocent" dari Sri Mulyani dan Boediono. Dan image yang divisualisasikan secara murahan dengan gambar vampir, sepertinya kurang mengena di masyarakat. Karena masyarakat susah memercayai orang sesederhana, seidealis, sepintar Boediono dan Sri Mulyani bisa melukai orang lain. Image itu pun tinggal fiksi belaka, karena tidak berangkat dari kebenaran. Coba gambar vampir itu diganti Taufik Kiemas atau Nurdin Khalid, baru pas. Boediono? Just look at the guy's face. Dia lebih cocok ngemong cucu daripada ngembat duit. Sri Mulyani? Dia sepertinya pantas jadi ketua KPK.

Jadi sudahlah. Biarkan pemerintah yang terpilih ini menjalankan tugasnya. Kalo diganggu terus mana bisa maksimal? Jangan salahkan mereka kalo kerjanya berantakan. Wong ga usah diganggu aja udah berantakan.

Komedi politik ini buah dari reformasi yang setengah2. Kalo mau ideal, akar2 Orde Baru harus diberantas sepenuhnya, dan itu hanya bisa melalui revolusi. Tapi sementara blom ada tokoh yang bisa menjadi panutan, ya mari kita nurut aja ama SBY, tho? Emang situ oke?


Tidak ada komentar: